Kamis, 23 Januari 2014

PENJELASAN MENGENAI ALAT MUSIK TRADISIONAL SUKU DAYAK "SAMPE"

Postingan kali ini saya akan menjelaskan bagaimana orang Dayak pada masa lalu membuktikan bahwa mereka hidup didalam keterbatasan mampu menciptakan alat musik yang sangat unik dan luar biasa jika dimainkan oleh siapapun. Sampeq namanya, alat musik ini sudah menjadi Icon bagi masyarakat Dayak pada umumnya, sudah dikenal dimana-dimana, dengan pembuatan yang begitu sederhana/ simple. Materialnya kayu yang didesain sedemikian rupa yang hampir sama dengan alat musik petik yaitu Gitar.

Sampeq ini akan menjadi alat musik tradisional suku Dayak Sampeq sampai kapanpun, dengan beberapa tarian yang bisa diiringi oleh Sampeq ini maka berikut saya akan mencoba uraikan dari apa yang sudah saya dapatkan dari refrensi yang sudah saya rangkum sebagai berikut :


FILOSOFI SAMPE

Suku Dayak mengagumi burung Enggang, dengan membuat bentuk Sampe menyerupai burung Enggang. Sehingga siapa yang memainkan Sampe dan siapa yang menari ketika mendengar alunan suara Sampe akan merasa bahwa roh-roh sudah memasuki tubuhnya, maka bisa menyebabkan orang tersebut lupa diri lalu memberontak. 

Sampe adalah tanda bagi suku Dayak yang melambangkan keberanian dan kekuatan. Alat music satu ini tidak jauh berbeda dengan alat music Gitar, yang cara memainkannya dengan petik, namun dari cara memainkan alat music ini sedikit berbeda dengan melodi gitar, karena jari-jari tangan hanya pada satu senar yang sama bergeser ke atas dan bawah. Biasanya para pemusik ketika memainkan sebuah lagu, hanya dengan perasaan saja. 

Bermusik itu bermain mengolah rasa. Petikan dawai menghadirkan dentingan yang memecah kesunyian. Orang Dayak punya rasa bermusik yang tinggi. Musik tradisional Sampe sendiri dapat mengolah rasa dan memberi ketenangan bagi pendengar.

CARA MEMAINKAN SAMPE

Seperti halnya dengan Gitar, dimana fungsi tangan kanan adalah untuk memetik suara-suara, sedangkan tangan kiri menekan senar-senar tersebut, (senar I). kadang-kadang tangan kiri (jari) ikut memetik pula, sambil menekan nada-nada yang dibunyikan sebagai variasi suara.
Music Sampe ini dapat dimainkan 2 atau 3 Sampe dengan pembagian tugas
·         Sampe I (khusus untuk melody)
·         Sampe II (khusus untuk ritme/ pengiring)
·         Sampe III (khusus variasi/ tingkah)
Biasa alat music Samep ini dimainkan :
a.    Untuk mengiringi tari-tarian didalam pesta keramaian (tari Gong, Burung Enggang, tari Perang, tari Leleng)
b.   Untuk mengisi waktu senggang
Kadang-kadang Sampe ini disertai pula dengan alat music pukul yang nadan-nadanya sama dengan nada/ not Sampe tersebut.


MEMPERSIAPKAN SAMPE UNTUK DAPAT DIPERGUNAKAN/ DIMAINKAN

Seperti sudah dijelaskan diatas bahwa Sampe adalah jenis alat music yang dipetik (sejenis gitar) yang mempunyai senar/ tali, kadang-kadang 3 (tiga) senar atau 4 (empat) senar, tergantung kesenangan dari pemain Sampe.
Sampe yang bersenarkan 3 (tiga), mempunyai nada masing-masing :
-       Senar pertama                  : C (1)
-       Senar kedua                     : sama dengan senar pertama (1)
-       Senar ketiga                      : G (5)
Sedangkan Sampe yang bersenarkan 4 (empat) :
-       Senar pertama                  : G (1)
-       Senar kedua                     : sama dengan senar pertama (1)
-       Senar ketiga                      : E (3)
-       Senar keempat                  : G (5


Kesimpulannya : 
Sampe dimainkan tidaklah sama dengan Gitar, atau alat music lainnya. Memainkan Sampe membutuhkan ketrampilan dalam memahami tarian yang ada, Sampe adalah alat music yang unik bagi suku Dayak, karena Sampe ini bisa memberikan nuansa berbeda bagi mereka ketika memainkan Sampe. Bentuk Sampe, ukiran Sampe, senar Sampe, tangga nada Sampe, semua tidak lari dari originalitas suku Dayak.  

JENIS TARIAN YANG DIIRINGI OLEH SAMPE

Bunang Tata’at          :     adalah jenis tarian yang dimainkan oleh     beberapa orang, 5-10 orang. 
Tarah Ida’a Bua’aq   :     adalah jenis tarian yang bercerita tentang masyarakat Dayak dalam 
                                         membersihkan lahan, tarian ini biasanya dimainkan oleh 8-15 orang. 
Kajo’ot Kayau’u       :     adalah tarian yang melambangkan kekuatan orang Dayak dalam bertempur, tarian ini dimainkan oleh 10-20 orang dan tarian ini biasanya dimainkan pada saat tertentu, dan ini lebih banyak dimainkan oleh 3 orang, 2 pria, dan 1 perempuan.

UPACARA-UPACARA YANG DIIRINGI MUSIK SAMPE



Upacara yang selalu diiringi oleh music Sampe tersebut sering dijumpai pada saat Dangai (upacara tahunan) yang diselenggarakan oleh seluruh suku Dayak. Dangai, Panen Raya, Nebe Rau.

DIMENSI SAMPE




Bentuk dan ukuran dari Sampe      : -Panjang Sampe 1, 25 meter ( termasuk ukuran sampai kepala Sampe.
                                               : - Lebar bagian bahu, 25 cm/ 30 cm, bagian bawah 15-20 cm.
Sampe ini mengambil bentuk dari seekor burung Enggang (Tinga’ang). Kepala dari Sampe ini, mengambil bentuk kepala burung Enggang, badan Sampe, dari bentuk tubuh burung Enggang.

Rabu, 22 Januari 2014

KOSTUM TARI MASYARAKAT DAYAK KALIMANTAN TIMUR (BAHAU DAN TUNJUNG)

Postingan berikut ini saya akan mengulas mengenai kostum tari yang sering digunakan pada saat-saat upacara daerah. Kostum yang sudah turun temurun selalu dipakai oleh masyarakat Dayak tersebut di setiap daerah mempunyai corak, ukiran dan bentuk yang berbeda sesuai dengan filosofi dari setiap sejarah suku Dayak.
 
Kostum, adalah pakaian yang dipakai pada waktu pertunjukkan atau pementasan seni dan budaya. Kostum juga dibagi menjadi dua macam, kostum tradisional yang terbuat dari bahan kulit kayu dan kostum modern membutuhkan kostum yang berbeda dari kostum tradisional, selain itu juga warna dan dan bahannya sudah memakai kain.

Sering kali dijumpai kostum-kostum tari yang dipakai, berfariasi tergantung pada jenis tariannya, tarian yang ditampilkan akan menjelaskan makna dari kehidupan nyata dan kostum yang dikenakan sesuai dengan apa yang terjadi ketika sedang mengisahkan melalui tarian.
Kostum tari terdiri dari beberapa jenis, tergantung jenis tariannya :

1.  Tarian Kenyah
Tarian Kenyah ini sering ditampilkan dengan busana yang dilengkapi dengan asesoris-asesoris manik, mulai dari gelang, kalung, topi (lavung), mandau dan perisai. Kostum yang dipakai berupa kain biasa yang didesain sedemikian rupa, memberikan kesan Dayak pada masa lampau.
Tarian Tunggal Dayak
Sumber : dokumentasi pribadi
      2. Tarian Hudo’q
      Tarian Hudo’q biasa ditampilkan disaat-saat tertentu, dengan busana/ kostum yang dipakai terbuat dari daun Pinang/ Pisang.

      3.Tarian Belia’an
      Tarian Belia’an ini merupakan tarian untuk penyembuhan/ pengobatan tradisional terhadap orang yang terkena guna-guna. Kostum yang dipakai berupa kain biasa saja yang diikat Cuma setinggi pinggang dan menyerupai rok/ celana.

 Tarian Belia'an

Kostum Tari bagi suku Dayak merupaka pakaian sehari-hari yang sering digunakan dalam upacar-upacara adat. Dimasa lalu, masyarakat Dayak pada umumnya menggunakan cawat/ balutan kain. Terbuat dari kulit kayu dikala itu belum mengenal kain. Sebutan bagi orang Dayak Bahau baju (Basu’ng) dan Celana pria (Ba’h), Wanita (Taq’ah).

UKIRAN DAYAK BAHAU



Kali ini saya akan menjelaskan mengenai arti-arti dari ukiran yang masyarakat Dayak yang dipakai untuk ritual-ritual atau upacara Adat, baik itu acara adat besar maupun kecil. Ukiran ini sendiri begitu banyak jenis dan artinya, mulai dari fungsi sampai arti dari lekukakan dan corak yang dipakai. Ukiran-ukiran yang banyak dijumpai sering kali dipakai untuk menjelaskan tentang simbol-simbol dari masing-masing Suku yang ada.

Banyak jenis ukiran bagi masyarakat Dayak yang sering dijumpai, baik itu pada Lamin (rumah adat suku Dayak), asesoris-asesoris yang dipakai pada saat upacara Adat Dayak, pakaian-pakaian adat wanita dan pria dan ukiran juga sering dijadikan sebagai seni pada tubuh manusia dengan kata lain Tatto.

Ukiran Dayak pada umumnya dijadikan sebagai Icon dari masing-masing daerah satu dengan yang lainnya. Dayak Bahau, Dayak Kenyah, Dayak Benua’q dan Tunjung, semuanya berbeda baik dari warna, bentuk ukiran kemudian filosofi dari ukiran itu sendiri. Ukiran Dayak ini memiliki nilai kultur yang kuat, dari arti yang selalu bercerita mengenai suku Dayak itu sendiri, kemudian ukiran ini sendiri  diciptakan sesuai tempat dan penggunaannya.

Untuk rumah tinggal ukiran yang dipakai sesuai dengan tema untuk rumah, rejeki yang baik, penjaga rumah. Untuk orang yang sudah meninggalpun akan berbeda, biasa dibuat pada peti jenazah. Ukiran-ukiran ini akan saya jelaskan sesuai dengan hasil dari nara sumber yang saya dapatkan, dan dari foto-foto dilapangan yang dapat saya dokumentasikan, berikut beberapa jenis ukiran Dayak Bahau :

   1.Ukiran Kawit (saling berhubungan)
Ukiran ini melambangkan orang-orang Dayak saling bersahabat, saling membantu satu sama lain, tidak ada permusuhan. Ukiran ini sering kita jumpai pada list plank rumah, dinding rumah/ panggung pesta adat dan pada perahu (sampan).

    Ukiran Kawit (Kalu'ng Kawit)
Sumber : www.dayakborneo.com
  2.Ukiran Burung Enggang (Tinga’ng)
Ukiran Burung Enggang ini berhubungan dengan pakaian tari yang dipakai ketika menari. Dari topi, bulu-bulu yang dipakai dibaju, sampai dengan Mandau. Ukiran ini memiliki arti tersendiri bahwa burung Enggang ini begitu dihargai dan dibanggakan oleh masyarakat Dayak karena burung ini memiliki kepala dan mulut yang begitu kuat, kemudian bulu yang begitu indah, badan yang besar dan berani. Inilah kenapa orang-orang Dayak sangat percaya dengan burung Enggang ini dijadikan sebagai icon dalam budaya mereka. Dari kegagahan dan keberanian burung ini, begitulah masyrakat Dayak dalam kesehariannya berani dengan keadaan dan berani ketika berada didalam hutan.
Ukiran Manu'k Tingang (Burung Enggang)
Sumber : www.dayakborneo.com
   3.Ukiran Naga
Ukiran ini melambangkan bahwa orang-orang Dayak menghormati binatang langka ini sebagai binatang yang kuat dan suci. Dengan bentuk dan kekuatannya, masyarakat Dayak percaya bahwa Naga itu sendiri bisa menjaga mereka dari malapetaka, bencana alam dan gangguan-gangguan dari luar wilayah mereka.

 Ukiran Dayak (kalu'ng Maga)

   4.Ukiran Peng’lih (Muka Lebar)
Ukiran Penglih melambangkan kejayaan suku Dayak.  Dan salah satunya adalah, berfungsi untuk mempengaruhi musuh ketika sedang berperang. Ukiran ini sering dipakai untuk peti jenazah.
Ukiran Dayak (Ina'ang Bera'ng)
Sumber : www.dayakborneo.com

UPACARA-UPACARA ADAT DAYAK



Postingan kali ini saya akan menjelaskan beberapa upacara-upacara adat Dayak yang saya dapatkan melalui dokumentasi sendiri dan dengan nara sumber yang saya jumpai, tentunya para tetua kampung yang bisa menjelaskan kepada saya mengenai filosofi-filosofi upacara-upacara adat Dayak tersebut. Semua yang saya paparkan berikut ini merupakan upacara-upacara yang sering dijumpai dalam masyarakat Dayak pada umumnya, lingkungan, tata cara hidup masyarakat Dayak dan bagaimana mereka mencintai lingkungan mereka. Masyarakat Dayak begitu bangga dengan keadaan alam sekitar, mereka mensyukuri adanya alam yang mencintai mereka juga, dari situlah mereka membuat upacara-upacara Adat ini sebagai bentuk cinta mereka dan itulah menjadi kebudayaan bagi mereka, mulai dari menjaga binatang seperti burung Enggang (borneo), Babi hutan, orang utan dan tanaman kayu.

Dijaman dulu upacara-upacara yang mereka tampilkan begitu sederhana, cukup dengan asesoris seadanya, pakaian, topi (lavu’ng), mandau (parang), perisai (kelbi’t), sumpit (hempu’t) dan tombak (ja’m). Semua peralatan ini dipakai pada saat menari dengan diiringi oleh alat musik sampeq yang begitu merdu, dengan petikan-petikan senar sampeq mereka dapat menari dengan indahnya. Gong yang biasa dipakai untuk menari juga ditampilkan. Masyarakat Dayak pada masa lalu sangat kental dengan upacara-upacara Adat, mereka sangat menghargai benda-benda Adat yang dimasukkan didalam upacara tersebut. Mulai dari upacara pernikahan Adat, benda-benda yang menjadi jujuran dalam pernikahan tidak bisa diuangkan/ diganti dengan uang. Benda-benda itu menjadi sakral bagi mereka, untuk mendapatkan itu, sang mempelai pria harus menyediakan benda-benda tersebut sampai tersedia barulah bisa menikahi mempelai wanita. 

Dijaman sekarang masyarakat Dayak banyak menyalah gunakan Adat Dayak dalam setiap upacara-upacara Adat, dari yang tidak bisa didapatkan dapat diuangkan, mengingat benda-benda tersebut sangat langka dan harganya tidak terjangkau lagi. Nilai-nilai budaya didalam upacara Adat Dayak sekarang tidak bisa dibenarkan adanya karena banyak yang tidak original, baik secara benda-benda adat dan tata cara upacara adat nya.

Berikut beberapa upacara-upacara Adat Dayak Bahau dan Tunjung yang sudah saya lihat dan saksikan, bagaimana mereka menjaga dan melestarikan adat istiadat mereka, gotong royong dan saling damai didalam bermasyarakat :

  1. Upacara Nebe’e Rau (Tanam Padi)

Upacara Nebe’e Rau/ Tanam Padi ini merupakan upacara tahunan yang harus dibuat, upacara ini bentuk dari rasa syukur masyarakat Dayak atas ladang mereka yang bisa ditanami padi dengan harapan hasil yang mereka tanam sangat berlimpah. Tidak heran jika upacara ini dilangsungkan selama satu bulan, disitu banyak sekali adat-adat Dayak yang dilakukan, diawali dari memberi makanan sang raja kampung (to’q) untuk menjaga kampung agar selalu terjaga dari kejahatan. Dalam upacara Adat Nebe’e Rau inilah ada yang namanya Lali Uga’l. Lali Uga’l ini akan terdapat beberapa tarian-tarian yang sifatnya sakral, dari tarian Hudo’q Apa’h dan Tarian Henda’q Uling. Tarian ini hanya boleh ditampilkan didalam Lali Uga’l ini saja, karena Tarian ini merupakan cerita dimasa lalu dijadikan sebagai pengusir hama, dari bentuk dan besarnya akan sangat membantu masyarakat Dayak dalam menjaga ladang dan hasil tanaman mereka.

Upacara Adat Dayak Bahau Nebe'e Rau
Sumber : Dokumentasi Pribadi 2010

  2. Upacara Erau (Bentuk syukur atas panen padi)

Upacara Erau ini juga biasanya dilakukan sekali setahun, semua bentuk dari rasa syukur mereka dengan hasil panenan yang berlimpah.

  3. Upacara Ngerangka’u (Upacara untuk kematian)

Upacara Ngerangka’u/ Kematian ini bagi masyarakat Dayak Tunjung begitu sakral, mereka meyakini upacara ini bentuk dari kekeluargaan mereka untuk memberikan kenyamanan kepada Almarhum/ mah ketika berada di sisi Tuhan. Biasanya upacara Ngerangka’u ini dibuat setelah 40 (empat puluh) hari setelah kematian.

  4.  Upacara Pernikahan (Ngehawa’k)

Upacara Pernikahan/ Ngehawa’k ini merupakan upacara umum yang sering dilakukan jika ada masyarakat Dayak yang hendak menikah, disini akan banyak benda-benda Adat yang ditampilkan, tergantung dari keturunan sang mempelai wanita/ pria. Jika wanita keturunan bangsawan maka pria wajib menyediakan sesuai dengan permintaan dari wanita. Disinilah benda-benda adat bisa diuangkan seperti yang saya jelaskan diatas. Upacara Ngehawa’k ini akan ada namanya hukum adat jika kelak terjadi perceraian, dimulai dari denda benda adat dan hukum adat sesuai dengan kesalahan dari kedua belah pihak, dan denda atau hukuman adat ini tidaklah ringan/ kecil karena ini sama halnya melanggar adat istiadat dari ADAT DAYAK itu sendir.
Upacara Pernikahan Adat Dayak Bahau
Sumber : www.dayakborneo.com

  5. Upacara Dahau (pemberian nama anak)

Upacara Dahau/ pemberian nama Anak ini merupakan upacara dari keturunan bangsawan/ terpandang dikampung/ yang mampu membuat upacara ini. Upacara Dahau ini dibuat besar-besaran dan undangannya dari berbagai tempat yang didiami Dayak. Upacara Dahau ini berlangsung selama 1 (satu) bulan penuh, semua kegiatan yang berlangsung akan banyak ritual-ritual adat yang dibuat selama durasi upacara Dahau ini berlangsung.
 Upacara Dahau/ Pemberiaan nama anak
Sumber : www.dayakborneo.com

 Masyarakat Dayak pada umumnya sangat mensakralkan semua bentuk upacara-upacara Adat, karena itu sudah menjadi bagian dari kehidupan dan budaya mereka turun temurun. Mengenal masyarakat Dayak bagian dari pengetahuan mengenai kebudayaan, LAMIN (rumah panjang) adalah bagian dari Heritage yang selalu dilestarikan/ dijaga, karena itu bagian dari sejarah yang tidak ada habisnya jika dibahas.
Semoga bermanfaat bagi kita semua, cintailah Budaya masing-masing daerah di Indonesia ini, jaga, lestarikan dan publikasikan dengan apik, karena banyak orang-orang muda dijaman sekarang kurang berminat membahas mengenai budaya, lebih baik membahas budaya interlokal, gaya-gaya yang sudah tidak menjadi Indonesia melainkan negara tetangga. Cintailah kebudayaan sendiri, ciptakan keindahan didalam berbudaya.